BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an telah banyak menceritakan kisah-kisah orang terdahulu dari para Nabi dan selain nabi, diantaranya mengenai kisah orang mukmin dan orang-orang kafir. Al-Qur’an telah membicarakan kisah-kisah dan menjelaskan hikmah dari kisah-kisah itu untuk di ambil manfaat dan pelajaran hidup agar dapat memudahkan kita untuk memahaminya dan berinterakasi dengannya.[1]
Dalam kisah atau peristiwa terkadang mengandung nilai seni dan pesan moral yang akan membuat orang tertarik untuk membacanya serta mencoba menggali nilai dari peristiwa itu. Semakin dalam makna yang terkandung dalam kisah, maka semakin kuat naluri kita untuk memahami dan mengambil hikmah di dalamnya sehingga jika dalam pengisahan tersebut terdapat nilai positif yang dominan, maka semakin kita terinspirasi untuk mengeksplorasi sikap dan tingkah laku keseharian sedapat mungkin tidak bertentangan dengan nilai positif yang terkandung di dalamnya. Juga menyangkut pengambilan-pengambilan kebijakan hidup adalah sangat mungkin untuk menyadarkan pada peristiwa yang telah dibaca dan dipahami untuk selanjutnya menjadi ilham dalam hidup kita.
Untuk itu membaca, mengamati dan memahami kisah-kisah dalam Al-Qur’an adalah salah satu yang utama dan merupakan karya illahi dari sekian banyak karya seni yang dapat di jadikan pedoman positif kehidupan kita.
2. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Qashashul Qur’an itu?
2. Apa macam-macam Qashashul Qur’an?
3. Apa faedah mempelajari Qashashul Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Qashashul Qur’an
Secara etimologi, kata Qashash merupakan bentuk jama’ dari lafadz Qishah yang mempunyai makna penjelasan.[2] Namun, ada juga yang memaknai Qashash dengan makna mengikuti jejak atau menelusuri bekas, atau cerita atau kisah.[3]
Menurut al-Azhary, al-Qashash adalah mashdar dari kata kerja Qashasha yang artinya mengisahkan.[4] Jadi suatu kisah adalah cerita dari suatu kejadian yang sudah diketahui sebelumnya. Di dalam Al-Qur’an lafal Qashash memiliki 3 arti:
Dalam surat Al-Kahfi ayat 64, Qashash memiliki makna jejak:
قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا
“Dia (Musa) berkata, “itulah (tempat) yang kita cari”. Lalu keduanya kembali, mengukuti jejak mereka semula.”(QS. Al-Kahfi: 64)[5]
Dan pada surat Al-Qashash ayat 11, Qashash memiliki makna mengikuti:
وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ ۖ فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
“Dan Dia (ibunya Musa) berkata kepada saudara perempuan Musa, “ikutilah Dia (Musa).” Maka kelihatan olehnya (Musa) dari jauh, sedang mereka tidak menyadarinya.”(QS. Al-Qashas: 11)
Dan dalam surat Ali-‘Imran ayat 62, Qashash memiliki makna kisah:
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Sungguh ini adalah kisah yang benar. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan sungguh Allah Maha perkasa, Maha bijaksana.”(QS. Ali Imran: 62)
Adapun secara terminologis, Qashashul Quran adalah kabar-kabar dalam Al Quran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[6] Manna al-Khalil al-Qaththan mendefinisikanQashashul quran sebagai pemberitaan Al Quran tentang hal ihwal umat-umat terdahulu dan para nabi, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi secara empiris. Dan sesungguhnya Al quran banyak memuat peristiwa-peristiwa masa lalu, sejarah umat-umat terdahulu, negara, perkampungan dan mengisahkan setiap kaum dengan cara shuratan nathiqah.[7]
2. Macam-macam Qashash Al-qur’an
Kisah-kisah di dalam Al-Qur’an bermacam-macam, ada yang menceritakan para Nabi dan umat-umat terdahulu, ada yang mengisahkan berbagai macam peristiwa dan keadaan dari masa lampau sampai masa kini atau masa yang akan datang.
1. Ditinjau dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam Al-Qur’an maka qashash Al-Qur’an itu ada tiga macam:
a. Kisah yang ghaib masa lalu (al qashashul al madhiyah)
Yaitu kisah yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak dapat ditangkap oleh panca indera, yang terjadi di masa lampau.
Contohnya:
· Kisah tentang dialog Malaikat dengan Tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi.
· Kisah tentang penciptaan Nabi Adam dan kehidupannya ketika di surga.
b. Kisah hal-hal ghaib pada masa kini (al qashashul ghuyub al hadhirah)
Yaitu kisah yang menceritakan hal-hal ghaib pada masa sekarang atau masa yang akan datang dan menyingkap rahasia orang-orang munafik.
Contohnya:
· Kisah tentang turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar.
· Kisah tentang kehidupan makhluk-makhluk ghaib seperti jin, iblis, setan.
c. Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang (al qashashul ghuyub al mutaqibilah)
Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peistiwa-peristiwa yang akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya Al-Qur’an , kemudian peristiwa tersebut benar-benar terjadi.
Contohnya:
· Kisah tentang akan datangnya hari kiamat
· Kisah tentang Abu Lahab kelak di akhirat
· Kisah tentang kehidupan orang-orang disurga dan orang-orang yang hidup di dalam neraka.[8]
2. Ditinjau dari segi materi
Ditinjau dari segi materi yang diceritakan, kisah Al-Qur’an terbagi menjadi tiga macam:
a. Kisah para nabi, mu’jizatnya, fase dakwahnya, serta penentang dan pengikutnya,.
b. Kisah orang-rang yang belum tentu Nabi dan kelompok manusia tertentu.
c. Kisah kejadian-kejadian di zaman Rasulullah.[9]
3. Faedah Qashash Al-qur’an
Al-qur’an telah mengisyaratkan melalui pembahasannya tentang kisah-kisah yang telah terjadi atau pun yang akan terjadi, dan juga mengisahkan tentang para Nabi. Ada beberapa faedah dari Qashash Al-Qur’an:
a. Supaya mereka berfikir
Mendengar kisah-kisah Al-Qur’an, merenungkan dan memperhatikannya akan mengiringi kita untuk berfikir. Berfikir merupakan kerja akal dimana manusia mengaktifkan daya pikirnya dan mendayagunakan akalnya, lalu merenungkan episode-episode kisah yang memuat nasehat dan pelajaran. Al-Qur’an menginginkan kita untuk senantiasa berfikir dan mengambil pelajaran, sebagaimana dalam firman Allah:
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ ۖ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَىٰ وَفُرَادَىٰ ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا
“Katakanlah, sesungguhnya Aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri, kemudian kamu pikirkan (tentang Muhammad)”. (QS. Saba’:46).[10]
b. Dapat meneguhkan hati
Peneguhan hati atas kebenaran, superioritasnya dengan kebenaran atas semua kekuatan batin, rangsangannya terhadap apa yang ada di sisi Allah, keyakinannya terhadap musuh-musuh Allah, konsistennya dengan konsep jalan hidup ini sampai bertemu dengan Allah. Semua nilai ini di dapatkan oleh orang-orang mukmin dari kisah-kisah orang terdahulu dan kisah para rasul. Sebagaimana firman Allah:
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Hud:120)
Ayat ini diturunkan kepada rasulullah saw pada masa krisis dan berat, termasuk masa-masa yang paling krisis yang di lalui dakwah ummat islam di makkah, maka rasul dan ummat islam membutuhkan hiburan untuk membersihkan diri, menentramkan, dan meneguhkan hati.[11]
c. Pelajaran bagi orang-orang yang berakal
Tujuan ketiga dari kisah-kisah Al-Qur’an adalah terdapat dalam firman Allah:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang di buat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya menjelaskan segala seuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (QS. Yusuf:111).[12]
Telah disebutkan sebelumnya ayat yang menjelasakan konsep kisah Al-Qur’an dalam permulaan surat yusuf, yaitu tentang karakteristik kisah Al-Qur’an adalah kisah yang terbaik. Ketika mengamati kedua ayat tersebut maka akan di temukan suatu hal yang menarik. Ayat yang terdapat dalam permulaan kisah nabi yusuf as tersebut menjelaskan kepada kita sumber kisah-kisah Al-Qur’an. Adapun ayat terakhir ini mengisyaratkan kepada kita akan tujuan dari penyebutan kisah ini dalam Al-Qur’an seolah-seolah mengajak kita untuk mewujudkan tujuan ini dalam diri kita.
d. Menjelaskan asas-asas dakwah munuju Allah dan menerapkan pokok-pokok yang di syari’atkan para Nabi. Sebagaimana yang di firmankan Allah :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ
“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan kami mewahyukan kepadanya , bahwa tidak ada tuhan selain Aku maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. Al-Anbiya: 25)
e. Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabdikan jejak dan peninggalannya.
f. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya, dengan tepat beliau menerangkan keadaan umat-umat terdahulu.
g. Menyingkap kebohongan-kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang murni dan mengoreksi pendapat mereka.[13]
h. Menanamkan akhlakul karimah.
i. Menarik perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran kepada mereka
Kisah merupakan salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Firman Allah:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal”.[14] (QS. Yusuf: 111)
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa Qashashul Quran adalah kabar-kabar dalam Al Quran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Macam-macam Qashashul Qur’an:
1. Ditinjau dari segi waktu
a. Kisah yang ghaib masa lalu (al qashashul al madhiyah)
b. Kisah hal-hal ghaib pada masa kini (al qashashul ghuyub al hadhirah)
c. Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang (al qashashul ghuyub al mutaqibilah).
2. Ditinjau dari segi materi
a. Kisah para nabi, mu’jizatnya, fase dakwahnya, serta penentang dan pengikutnya,.
b. Kisah orang-rang yang belum tentu Nabi dan kelompok manusia tertentu.
c. Kisah kejadian-kejadian di zaman Rasulullah.
Faedah yang dapat kita ambil dari mempelajari Qashashul:
a. Supaya mereka berfikir
b. Dapat meneguhkan hati
c. Pelajaran bagi orang-orang yang berakal
d. Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabdikan jejak dan peninggalannya
e. Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabdikan jejak dan peninggalannya
f. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya, dengan tepat beliau menerangkan keadaan umat-umat terdahulu
g. Menyingkap kebohongan-kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang murni dan mengoreksi pendapat mereka
h. Menanamkan akhlakul karimah
i. Menarik perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran kepada mereka.
2. Kritik dan Saran
Demikian makalah yang dapat kami paparkan, mungkin masih ada banyak salah. Kami mohon kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini bisa menjadi sempurna. Semoga makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin…
Disusun Oleh: mailto:[email protected]
DAFTAR PUSTAKA
Al Khalidy, Shalah Abdul Fattah. 2000. Kisah kisah Al Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press
Al Qattan, Manna Khalil. 2002. Studi Ilmu Ilmu Qur’an. Jakarta: Halim Jaya
Ash-Shiddieqy ,T.M. Hasbi.1972. Ilmu-Ilmu Al Quran. Jakarta : Bulan Bintang
Ash-Shiddieqy ,T.M. Hasbi . 2002. Ilmu-Ilmu Al Quran . Semarang: Pustaka Rizki Putra
DEPAG RI. 2001. Ulumul Quran III. Jakarta : DEPAG RI
M. Said. 1987. Tarjamah Al Qur’an Al Karim. Bandung: Al Ma’arif
Mandzur, Ibnul. 1990. Lisanul Arab. Beirut: dar al fikr
Rofi’I Ahmad, Syadali Ahmad . 1997. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka Setia
Ubaidillah Badr, M. Hafidz. 2000. Ikhtisar Ulumul Qur’an. Pati: PPASS
[1] Dr. Shalah Abdul Fattah Al Khalidy, Kisah kisah Al Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal. 21
[2] Ibnul Mandzur, Lisanul Arab, (Beirut: dar al fikr, 1990), juz 7, hal.73
[3] DEPAG RI, Ulumul Quran III, (Jakarta : DEPAG RI, 2001), hal.52
[4] Ibnu Mandzur, op.cit, hal. 74
[5] M. Said, Tarjamah Al Qur’an Al Karim,(Bandung: Al Ma’arif, 1987), hal. 62
[6] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Al Quran. (Jakarta : Bulan Bintang, 1972), hal. 176
[7] Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulumul Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1973), hal. 306
[8] Syadali Ahmad dan Rofi’I Ahmad, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 28
[9] M. Hafidz Ubaidillah Badr, Ikhtisar Ulumul Qur’an, (Pati: PPASS, 2000), hal. 43
[10] Ibid, hal. 29
[11] Manna Khalil Al Qattan, Studi Ilmu Ilmu Qur’an, (Jakarta: Halim Jaya , 2002), hal. 437
[12] M. Hafidz Ubaidillah Badr, Ikhtisar Ulumul Qur’an, (Pati: PPASS, 2000), hal. 48
[13] T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu ilmu Al Qur’an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 59
[14] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, hal. 31
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an telah banyak menceritakan kisah-kisah orang terdahulu dari para Nabi dan selain nabi, diantaranya mengenai kisah orang mukmin dan orang-orang kafir. Al-Qur’an telah membicarakan kisah-kisah dan menjelaskan hikmah dari kisah-kisah itu untuk di ambil manfaat dan pelajaran hidup agar dapat memudahkan kita untuk memahaminya dan berinterakasi dengannya.[1]
Dalam kisah atau peristiwa terkadang mengandung nilai seni dan pesan moral yang akan membuat orang tertarik untuk membacanya serta mencoba menggali nilai dari peristiwa itu. Semakin dalam makna yang terkandung dalam kisah, maka semakin kuat naluri kita untuk memahami dan mengambil hikmah di dalamnya sehingga jika dalam pengisahan tersebut terdapat nilai positif yang dominan, maka semakin kita terinspirasi untuk mengeksplorasi sikap dan tingkah laku keseharian sedapat mungkin tidak bertentangan dengan nilai positif yang terkandung di dalamnya. Juga menyangkut pengambilan-pengambilan kebijakan hidup adalah sangat mungkin untuk menyadarkan pada peristiwa yang telah dibaca dan dipahami untuk selanjutnya menjadi ilham dalam hidup kita.
Untuk itu membaca, mengamati dan memahami kisah-kisah dalam Al-Qur’an adalah salah satu yang utama dan merupakan karya illahi dari sekian banyak karya seni yang dapat di jadikan pedoman positif kehidupan kita.
2. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Qashashul Qur’an itu?
2. Apa macam-macam Qashashul Qur’an?
3. Apa faedah mempelajari Qashashul Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Qashashul Qur’an
Secara etimologi, kata Qashash merupakan bentuk jama’ dari lafadz Qishah yang mempunyai makna penjelasan.[2] Namun, ada juga yang memaknai Qashash dengan makna mengikuti jejak atau menelusuri bekas, atau cerita atau kisah.[3]
Menurut al-Azhary, al-Qashash adalah mashdar dari kata kerja Qashasha yang artinya mengisahkan.[4] Jadi suatu kisah adalah cerita dari suatu kejadian yang sudah diketahui sebelumnya. Di dalam Al-Qur’an lafal Qashash memiliki 3 arti:
Dalam surat Al-Kahfi ayat 64, Qashash memiliki makna jejak:
قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا
“Dia (Musa) berkata, “itulah (tempat) yang kita cari”. Lalu keduanya kembali, mengukuti jejak mereka semula.”(QS. Al-Kahfi: 64)[5]
Dan pada surat Al-Qashash ayat 11, Qashash memiliki makna mengikuti:
وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ ۖ فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
“Dan Dia (ibunya Musa) berkata kepada saudara perempuan Musa, “ikutilah Dia (Musa).” Maka kelihatan olehnya (Musa) dari jauh, sedang mereka tidak menyadarinya.”(QS. Al-Qashas: 11)
Dan dalam surat Ali-‘Imran ayat 62, Qashash memiliki makna kisah:
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Sungguh ini adalah kisah yang benar. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan sungguh Allah Maha perkasa, Maha bijaksana.”(QS. Ali Imran: 62)
Adapun secara terminologis, Qashashul Quran adalah kabar-kabar dalam Al Quran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[6] Manna al-Khalil al-Qaththan mendefinisikanQashashul quran sebagai pemberitaan Al Quran tentang hal ihwal umat-umat terdahulu dan para nabi, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi secara empiris. Dan sesungguhnya Al quran banyak memuat peristiwa-peristiwa masa lalu, sejarah umat-umat terdahulu, negara, perkampungan dan mengisahkan setiap kaum dengan cara shuratan nathiqah.[7]
2. Macam-macam Qashash Al-qur’an
Kisah-kisah di dalam Al-Qur’an bermacam-macam, ada yang menceritakan para Nabi dan umat-umat terdahulu, ada yang mengisahkan berbagai macam peristiwa dan keadaan dari masa lampau sampai masa kini atau masa yang akan datang.
1. Ditinjau dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam Al-Qur’an maka qashash Al-Qur’an itu ada tiga macam:
a. Kisah yang ghaib masa lalu (al qashashul al madhiyah)
Yaitu kisah yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak dapat ditangkap oleh panca indera, yang terjadi di masa lampau.
Contohnya:
· Kisah tentang dialog Malaikat dengan Tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi.
· Kisah tentang penciptaan Nabi Adam dan kehidupannya ketika di surga.
b. Kisah hal-hal ghaib pada masa kini (al qashashul ghuyub al hadhirah)
Yaitu kisah yang menceritakan hal-hal ghaib pada masa sekarang atau masa yang akan datang dan menyingkap rahasia orang-orang munafik.
Contohnya:
· Kisah tentang turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar.
· Kisah tentang kehidupan makhluk-makhluk ghaib seperti jin, iblis, setan.
c. Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang (al qashashul ghuyub al mutaqibilah)
Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peistiwa-peristiwa yang akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya Al-Qur’an , kemudian peristiwa tersebut benar-benar terjadi.
Contohnya:
· Kisah tentang akan datangnya hari kiamat
· Kisah tentang Abu Lahab kelak di akhirat
· Kisah tentang kehidupan orang-orang disurga dan orang-orang yang hidup di dalam neraka.[8]
2. Ditinjau dari segi materi
Ditinjau dari segi materi yang diceritakan, kisah Al-Qur’an terbagi menjadi tiga macam:
a. Kisah para nabi, mu’jizatnya, fase dakwahnya, serta penentang dan pengikutnya,.
b. Kisah orang-rang yang belum tentu Nabi dan kelompok manusia tertentu.
c. Kisah kejadian-kejadian di zaman Rasulullah.[9]
3. Faedah Qashash Al-qur’an
Al-qur’an telah mengisyaratkan melalui pembahasannya tentang kisah-kisah yang telah terjadi atau pun yang akan terjadi, dan juga mengisahkan tentang para Nabi. Ada beberapa faedah dari Qashash Al-Qur’an:
a. Supaya mereka berfikir
Mendengar kisah-kisah Al-Qur’an, merenungkan dan memperhatikannya akan mengiringi kita untuk berfikir. Berfikir merupakan kerja akal dimana manusia mengaktifkan daya pikirnya dan mendayagunakan akalnya, lalu merenungkan episode-episode kisah yang memuat nasehat dan pelajaran. Al-Qur’an menginginkan kita untuk senantiasa berfikir dan mengambil pelajaran, sebagaimana dalam firman Allah:
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ ۖ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَىٰ وَفُرَادَىٰ ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا
“Katakanlah, sesungguhnya Aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri, kemudian kamu pikirkan (tentang Muhammad)”. (QS. Saba’:46).[10]
b. Dapat meneguhkan hati
Peneguhan hati atas kebenaran, superioritasnya dengan kebenaran atas semua kekuatan batin, rangsangannya terhadap apa yang ada di sisi Allah, keyakinannya terhadap musuh-musuh Allah, konsistennya dengan konsep jalan hidup ini sampai bertemu dengan Allah. Semua nilai ini di dapatkan oleh orang-orang mukmin dari kisah-kisah orang terdahulu dan kisah para rasul. Sebagaimana firman Allah:
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Hud:120)
Ayat ini diturunkan kepada rasulullah saw pada masa krisis dan berat, termasuk masa-masa yang paling krisis yang di lalui dakwah ummat islam di makkah, maka rasul dan ummat islam membutuhkan hiburan untuk membersihkan diri, menentramkan, dan meneguhkan hati.[11]
c. Pelajaran bagi orang-orang yang berakal
Tujuan ketiga dari kisah-kisah Al-Qur’an adalah terdapat dalam firman Allah:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang di buat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya menjelaskan segala seuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (QS. Yusuf:111).[12]
Telah disebutkan sebelumnya ayat yang menjelasakan konsep kisah Al-Qur’an dalam permulaan surat yusuf, yaitu tentang karakteristik kisah Al-Qur’an adalah kisah yang terbaik. Ketika mengamati kedua ayat tersebut maka akan di temukan suatu hal yang menarik. Ayat yang terdapat dalam permulaan kisah nabi yusuf as tersebut menjelaskan kepada kita sumber kisah-kisah Al-Qur’an. Adapun ayat terakhir ini mengisyaratkan kepada kita akan tujuan dari penyebutan kisah ini dalam Al-Qur’an seolah-seolah mengajak kita untuk mewujudkan tujuan ini dalam diri kita.
d. Menjelaskan asas-asas dakwah munuju Allah dan menerapkan pokok-pokok yang di syari’atkan para Nabi. Sebagaimana yang di firmankan Allah :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ
“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan kami mewahyukan kepadanya , bahwa tidak ada tuhan selain Aku maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. Al-Anbiya: 25)
e. Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabdikan jejak dan peninggalannya.
f. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya, dengan tepat beliau menerangkan keadaan umat-umat terdahulu.
g. Menyingkap kebohongan-kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang murni dan mengoreksi pendapat mereka.[13]
h. Menanamkan akhlakul karimah.
i. Menarik perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran kepada mereka
Kisah merupakan salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Firman Allah:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal”.[14] (QS. Yusuf: 111)
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa Qashashul Quran adalah kabar-kabar dalam Al Quran tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, serta peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Macam-macam Qashashul Qur’an:
1. Ditinjau dari segi waktu
a. Kisah yang ghaib masa lalu (al qashashul al madhiyah)
b. Kisah hal-hal ghaib pada masa kini (al qashashul ghuyub al hadhirah)
c. Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang (al qashashul ghuyub al mutaqibilah).
2. Ditinjau dari segi materi
a. Kisah para nabi, mu’jizatnya, fase dakwahnya, serta penentang dan pengikutnya,.
b. Kisah orang-rang yang belum tentu Nabi dan kelompok manusia tertentu.
c. Kisah kejadian-kejadian di zaman Rasulullah.
Faedah yang dapat kita ambil dari mempelajari Qashashul:
a. Supaya mereka berfikir
b. Dapat meneguhkan hati
c. Pelajaran bagi orang-orang yang berakal
d. Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabdikan jejak dan peninggalannya
e. Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabdikan jejak dan peninggalannya
f. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya, dengan tepat beliau menerangkan keadaan umat-umat terdahulu
g. Menyingkap kebohongan-kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang murni dan mengoreksi pendapat mereka
h. Menanamkan akhlakul karimah
i. Menarik perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran kepada mereka.
2. Kritik dan Saran
Demikian makalah yang dapat kami paparkan, mungkin masih ada banyak salah. Kami mohon kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini bisa menjadi sempurna. Semoga makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin…
Disusun Oleh: mailto:[email protected]
DAFTAR PUSTAKA
Al Khalidy, Shalah Abdul Fattah. 2000. Kisah kisah Al Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press
Al Qattan, Manna Khalil. 2002. Studi Ilmu Ilmu Qur’an. Jakarta: Halim Jaya
Ash-Shiddieqy ,T.M. Hasbi.1972. Ilmu-Ilmu Al Quran. Jakarta : Bulan Bintang
Ash-Shiddieqy ,T.M. Hasbi . 2002. Ilmu-Ilmu Al Quran . Semarang: Pustaka Rizki Putra
DEPAG RI. 2001. Ulumul Quran III. Jakarta : DEPAG RI
M. Said. 1987. Tarjamah Al Qur’an Al Karim. Bandung: Al Ma’arif
Mandzur, Ibnul. 1990. Lisanul Arab. Beirut: dar al fikr
Rofi’I Ahmad, Syadali Ahmad . 1997. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka Setia
Ubaidillah Badr, M. Hafidz. 2000. Ikhtisar Ulumul Qur’an. Pati: PPASS
[1] Dr. Shalah Abdul Fattah Al Khalidy, Kisah kisah Al Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal. 21
[2] Ibnul Mandzur, Lisanul Arab, (Beirut: dar al fikr, 1990), juz 7, hal.73
[3] DEPAG RI, Ulumul Quran III, (Jakarta : DEPAG RI, 2001), hal.52
[4] Ibnu Mandzur, op.cit, hal. 74
[5] M. Said, Tarjamah Al Qur’an Al Karim,(Bandung: Al Ma’arif, 1987), hal. 62
[6] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Al Quran. (Jakarta : Bulan Bintang, 1972), hal. 176
[7] Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulumul Quran, (tt Masyurah al-Asyr, 1973), hal. 306
[8] Syadali Ahmad dan Rofi’I Ahmad, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 28
[9] M. Hafidz Ubaidillah Badr, Ikhtisar Ulumul Qur’an, (Pati: PPASS, 2000), hal. 43
[10] Ibid, hal. 29
[11] Manna Khalil Al Qattan, Studi Ilmu Ilmu Qur’an, (Jakarta: Halim Jaya , 2002), hal. 437
[12] M. Hafidz Ubaidillah Badr, Ikhtisar Ulumul Qur’an, (Pati: PPASS, 2000), hal. 48
[13] T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu ilmu Al Qur’an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 59
[14] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, hal. 31